Belopa – Dalam Rangka Memperingati Hari Jadi Kota Belopa yang Ke – 13, seperti biasanya diawalai dengan beberapa ritual adat budaya yang dikenal dengan Ritual “Mappaceke wanua”. Setelah mengambil air di Sumur Bubung Parani, pada Malam hari dimulai pada pukul 19.00 dilakukan prosesi “Maddoja Roja” kamis, 7 Februari 2019 di Baruga Arung Senga Belopa.
Acara maddoja roja diawali dengan acara Mattoana perjamuan adat. Dalam perjamuan Adat tampak Datu Luwu Andi Maradang Mackulau Opu Daeng Bau, Kadis Pendidikan dan Kebudayaan Drs. Amang Usman, M.Si, Dandramil Belopa Kapten Inf Marthen Luther, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Dra. Hj. Nurlina S, M.Si Camat Belopa Utara Drs Andi Baso Tenriesa MPA MSi, Tokoh-tokoh Adat seperti Drs. Andi Fahry, MM dan Andi Saddakati arsyad serta masyarakat kabupaten Luwu.
Dalam Ritual Maddoja Roja, berlaku kaidah yang disebut mangngati maneng akka rakki’na yang berarti bahwa perlakuan adat bagi semua yang hadir dalam acara perjamuan adat mengikuti perlakuan adat bagi datu luwu. Maka apabila perlakuan adat bagi datu luwu sudah dianggap prima atau sesuai dengan adat yang berlaku maka tidak ada seorangpun yang diperbolehkan memprotes perlakuan adat bagi dirinya.
Hal ini merupakan simbolisme bahwa raja atau ratu penguasa dalam budaya politik masyarakat luwu tradisional yang di anggap dewata mallino atau wakil tuhan di dunia adalah simbol sebuah keteraturan (keharmonisan).
Sambil menikmati perjamuan adat (mattoana) para hadirin dihibur dengan tari pa’jaga bone balla tarian istana. Setelah selesai pertunjukan tari pa’jaga, maka dilanjutkan dengan tari sajo.
Maddoja Roja diartikan sebagai kegiatan berjaga semalam suntuk yang bermaksud menjaga kesadaran atau paringerreng yang dalam masyarakat adat dianggap memiliki kekuatan adi kodrati. Segala sesuatu kegiatan diawali dengan memperbaiki kesadaran atau paringerreng, misalnya sebelum tidur dimalam hari atau sebelum bangun di pagi hari, ketika mau turun dari rumah dan lain-lain.
Jadi acara “maddoja roja” ini adalah merupakan semacam semedi (meditasi) secara kollektif dimalam hari untuk menyempurnakan/membersihkan “kesadaran kollektif” sebelum pada esok harinya dilaksanakan acara “mangeppi” (memercikkan air) yang merupakan inti upacara mappaccekke wanua menurut tradisi dan adat istiadat masyarakat luwu tradisional.
Inti kegiatan maddoja roja yaitu mattemmu lahoja atau membaca do’a. Rangkaian ayat-ayat suci al-qur’an serta tata cara melakukan mattemmu lahoja awalnya disusun oleh Datuk Sulaeman yang diberikan kepada Datu Luwu untuk dibicarakan setiap tahun demi mendo’akan keselamatan dan kesejahteraan bagi seluruh lapisan masyarakat luwu. Ayat-ayat suci al-qur’an yang akan dibacakan berjumlah ribuan kali dan oleh sembilan (9) orang ulama. Selama pembacaan do’a, tidak seorangpun dari kesembilan ulama tersebut yang boleh mengucapkan kata-kata selain rangkaian ayat-ayat suci yang harus dibacakan. Apabila ada seorang pembaca yang melanggar ketentuan ini pembacaan harus dimulai dari awal.
Sesudah membaca ayat suci maka kesembilan ulama membacakan do’a dan kemudian dilanjutkan dengan sholat berjamaah dua (2) rakaat.
Rilis By Tim medsos
Foto by Tim Peliputan